Selasa, 27 November 2012

MIMPI LOMBOK MIMPI SENGGIGI : PERGI (Bag 2)


Hemmm...

Tegal, yang aku tanyakan pertama kali sesaat setelah mobilku menyentuh tapal batasnya adalah "Nasi lengko masih ada ngga yah jam segini?". Ia tersenyum tipis "kalaupun habis ibu pasti akan membuat nasi lengko untukmu mas...". Aku kangen berjalan menyusuri jengah terminalnya yang sudah berisik oleh pengamen dan pedagang asongan, dan para calo yang mengejar calon penumpang, lelah, duduk beristirahat dan menyantap nasi lengko disana. Mengenang nakalnya saat SMA-ku membolos jauh-jauh dari purwokerto berburu nasi lengko, tak cuma alasan utmanya pasti Lulu, gadis yang sekarang terkantuk-kantuk disampingku.

Seperti tak ada cerita lain sepanjang perjalanan, kecuali kupat glabed, mendo, nasi lengko, tahu aci, dan teh poci, dan tertawa bersama, diatas mobil yang kini telah jauh meninggalkan ibukota yang hiruk itu. Kami seperti melupakan dua cargo beban berat dan besar masalah yang kami bawa, aku sama sekali lupa dengan setumpuk SPK Proyek yang batal, tagihan yang belum terbayar, piutang ke rekanan yang harus dibayar, site manager yang korup dan dia saat itu pulang dengan predikat tidak lulus test akhir wawancara di sebuah perusahaan BUMN.

* * *

"Belum rejeki mau gimana lagi yah mas..." ujar ibunya menyela pembicaraan kami yang sedang menceritakan semua yang sudah kami alami di jakarta. Aku hanya mengiyakan ucapan ibunya, dan menyembunyikan lelah dan penat dengan sedikit senyuman. 

"Terus rencana mas gimana? mau cari kerja di tempat lain atau istirahat dulu..." sambung ibunya.

"Yah, mungkin mau lebih konsen urus perusahaan dulu bu, dan menyelesaikan pekerjaan dan ambil beberapa proyek yang masih bisa diambil..."jawabku datar sembari merogoh handphone dari saku celanaku yang terus berdering. "Maaf, bu saya angkat handphone dulu...".

Tak begitu kuperhatikan, saat aku hendak melangkah keluar dari ruang tamu aku melihat mukanya meringis sambil mengusap, dan memijat kaki kirinya.

* * *
"Mas, pulang yah dik... handphone jangan jauh-jauh barangkali nanti Pak de dari purwokerto nelpon masalah pekerjaan kemarin, kamu ambil aja, daripada dirumah terus, why not... jakarta, udahlah buang jauh-jauh keinginanmu bekerja disana..."

"Iya mas, tadi telpon dari siapa mas?"

"Temen, yang nawarin pekerjaan borongan..." dia tahu aku paling kurang pandai berbohong, mukaku tak mengatakan hal yang sama dengan jawabanku, mataku tak sanggup juga menatap wajahnya saat aku harus berbohong.

Ah, tak mungkin juga dia bisa menerka jelas siapa yang menelponku sepagi ini.

* * *

Setidaknya sampai detik ini aku masih tahu, bahwa di kota kecil seperti tegal ini, ada wajah sendu yang selalu menanti, mencintai dan mendoakanku. Masa bodoh jika diujung senja di kota besar sana ada hati lain yang ingin jua memilikiku, sisi egoisku pun tak rela aku termiliki oleh satu hati, saat ini. Entah dari mana aku mendapatkan aturan dudul ini, bahwa nantinya aku hanya akan memilih Lulu, gadis dari kota kecil yang akan selalu setia disampingku, dengan ataupun tanpa duit. Karena, yang lain hanya menganggap aku ATM berjalan, atau tambang emas bagi mereka. Shit! terserahlah tapi aku suka menghancurkan gadis-gadis mentropolis seperti mereka.

Lulu, bagiku pengecualian aku ingin berhenti dan menyandarkan biduku di pantai hatinya. Aku ingin menjadi apapun nantinya bersama dia, honeymoon di lombok, di senggigi, anak-anak, istana kecil di purwokerto, ah, indah bila anganku sudah sampai kesana. Tapi, dari mana aku harus memulainya sementara bromocorah terus menggerogoti usahaku, dan wanita-wanita keparat itu tak kunjung pergi dari hidupku.

PERGI

Ya, pergi mungkin itulah hal pertama yang harus aku lakukan, aku jual semuanya dan memulai hidup baru di di purwokerto, usaha baru, tapi itu pun tidak mudah, aku harus menyelesaikan segudang tanggung jawabku di jakarta. Setelah semuanya selesai aku akan kembali ke purwokerto ranah ngapak tempat kelahiranku, senjanya yang selalu kurindukan, mempersiapkan pernikahanku dengan Lulu Segenap jiwaku mencintainmu dan memulainya semuanya dari awal kembali.  

Ya, bereskan semuanya dan pergi. 

KALA ITU

Angin berdesir kala itu Aku tahu kau suka angin itu Semilir menerpa jilbab panjangmu itu Senyuman kecilmu tanda kau suka itu Aku ingin berta...