Jumat, 08 Oktober 2010

TOHIDIN TOIPAH - EPISODE 2- Pagi Yang Seperti Es Campur Sejuta Rasa



Ditulis oleh Edi Siswoyo
Diunggah oleh Edi Siswoyo

Syahdan…Kocap kacarito… Alkisah, sudah 2 hari 2 malam lewat 3 jam surat cinta tohidin yang kocak, sedikit nakal, nyleneh, membabi buta, mengharu biru, meremukan hati, toipah dan bernafaskan perjuangan berlalu. Pagi itu tohidin terduduk lesu disebuah jembatan dipinggir jalan, tempat biasa tohidin menunggu kendaraan yang lewat untuk ikut ndayak* mobil truck pasir sampai jalan besar menuju kesekolahanya. Nampak kuyu mukanya, entah karena resah tak bisa tidur nyenyak memikirkan nasib surat cintanya, atau karena didera ketakutan yang teramat sangat setelah melakukan hal yang tak biasa dan tak pernah dilakukan tohidin yaitu nyolong ayam’e pak RT, hal yang sama sekali tak ada dalam kurikulum pelajaran akidah & ahlak yang diajarkan disekolahnya (Maklum sekolahnya SMP yayasan islam terbesar), yang jelas pagi itu hanya dapat dikatakan dalam 2 kata “Ora Nggenah”.

Lima belas menit berlalu, terlewati tohidin dengan ketegangan, situasi ini sama dengan situasi yang dialami Sadewa (kisah mahabarata), yang kala itu hampir mati oleh amukan Dewi Ranini karena menolak keinginanya, untuk meruwat Dewi Ranini yang sedang dalam kutukan bentuk Durga-nya(Raksasa Jahat) kembali menjadi Uma yang cantik jelita, setelah Sang Hyang Batara Guru mengetahui keadaan itu Dia langsung meretas, merasuk (Istilah jaman sekarang meng-hack) dalam tubuh sadewa dan akhirnya Dewi Ranini kembali ke wujud aslinya setelah melalui ritual panjang oleh sadewa dan atas keberhasilan Sadewa Dewi Ranini member gelar Sadewa Sang Sudamala (Penghapus kejahatan) karena telah berhasil membuang wujud jahat Dewi Ranini.

Weitss…sabar agan…agan..dan aganwati..aganwati semue…jangan mlongo kaga keruan dan terkesan B.E.T.E dengan keseriusan cerita nyang diatas…,(aye tau agan..dan aganwati…tidak terlalu suka ame nyang gitu2an…cerita wayang dan semacamnya yang hampir punah dan hilang…kurang diminati bocah2 jaman karang…) “Ok…dah ikan hiu…ikan pesut…Lanjuttt….”. Mendadak wajah tohidin yang tadi mengkirut kaya jeruk purut…langsung ceria…satu senyuman kecil tersungging dibibir tohidin yang tidak merah dan pecah-pecah, matanya langsung mencorong kaya lampu petromax pemburu kodok ditengah sawah dimalam gelap, rupa-rupanya bidadari pujaanya toipah bin hardjopranoto sedang melangkah menyongsong dirinya, senyumnya tersipu sambil ditutupi mulutnya malu-malu berjalan dibelakang teman sepermainan dan juga teman satu sekolahnya siapa lagi kalau bukan mak comblang tohidin Neng TarisolMiyIp’marisolNyanyiIsAbelalalaST12’n’cnTabEUdBeiberLoverScolourfix(Nama tariceng diakun fb-nya)…atau biasa dipanggil ceng..ceng tariceng…halah…halah…, setelah agak dekat dengan tohidin kemudian toipah membisikan sesuatu ke telinga tariceng beberapa detik kemudian tariceng menggeleng-gelengkan kepalanya entah apa yang dibisikan toipah pada tariceng, yang jelas tidak lama tariceng mendorong toipah sambil berkata”wis manalah dinekena dewek…”(Penulis : “Sudah sanalah berikan sendiri”). Tohidin yang pura-pura tidak melihat kejadian itu mencoba mengalihkan kegugupanya dengan mengambil buku cetak dari dalam tasnya dan berpura-pura membacanya (tidak sadar bukunya terbalik), kemudian toipah memberikan sebuah amplop bergambar bunga warna-warni yang ia sembunyikan di dalam buku catatanya ”mas idin…” begitulah panggilan toipah dengan lembut seraya mengulum senyum dan sedikit menahan tawa (melihat si tohidin menunjukan salah satu talentanya yang tersembunyi yaitu membaca buku dengan terbalik)lalu sambil menyodorkan amplop itu, kemudian tohidin yang pura-pura cuek menoleh sambil eksien kaget, rada gugup, sambil pasang muka co’ol dia menyahutnya”Oh iya dik…terima kasih ya…”, dan toipah langsung berlari kembali menuju tariceng, tak lama kemudian tumpangan mereka datang sebuah mobil dolak (Penulis : sejenis mogil bak L300)pengangkut bawang merah.

Tohidin kini tinggal sendiri, dengan perasaan bahagia bercampur tanda tanya besar karena amplop yang dipakai toipah untuk membalas suratnya sama dengan yang ia pakai pada surat pertama yang diberikan untuk toipah, apakah toipah sedang melakukan penghematan anggaran belanjanya dengan tidak menggunakan amplop baru, seperti Negara kita yang lebih suka memakai barang-barang bekas termasuk sarana dan prasarana transportasi dengan armada – armada bekas dan sudah tua, yang menjadi salah satu faktor banyak terjadinya kecelakaan transportasi…jadi mudah untuk dikambing hitamkan dengan cukup memberikan alasan “karena sarananya sudah tua dan tidak ada faktor tunggal pada setiap kecelakaan…”, padahal hanya ada satu departemen di Negara kita yang mengurusi masalah transportasi, atau kalau sudah kepepet tinggal bilang “kan itu sudah musibah…sekali lagi musibah…”, “Pagi ini benar – benar seperti es campur sejuta rasa” dalam benaknya tohidin bergumam.

Tohidin dengan berjuta perasaan campur aduk, mengocok-ocok, menguplek-uplek, mengodol-ngodol, mengurut-ngurut, kepalanya berangkat menuju kesekolahanya, mengikuti semua kegiatan yang diselelnggarakan sekolahnya dalam rangka menyambut Hari Ulang Tahun Kemerdekaan, kebetulan saat itu tohidin yang piawai menulis puisi dan menggubah syair dan sajak, ikut andil mewakili kelasnya dalam lomba Baca&Tulis Puisi Bebas dalam rangka HUT kemerdekaan, sebuah puisi yang berjudul “Sajak Untuk Sebuah Nama”telah tohidin tulis mendapat giliran untuk dibacakan didepan para juri yang terdiri dari dewan guru. Sambil bersiap-bersiap menunggu namanya dipanggil dia membuka tasnya dan mengambil amplop surat balasan dari pujaan hatinya toipah dengan jantung dag…dig…dug…dia mengambil dan membuka amplop itu, ternyata eng…ing…eng…creng…creng..creng…mata tohidin terbelalak, keringat dingin mengucur deras dari tubuhnya, nafasnya tidak beraturan, mendadak tohidin seperti terkena gelombong tsunami kepuyengan…”Ya Alloh…jabang bayi…primen kyeh maksude…?” (Penulis : Ya Alloh Bagaimana ini maksudnya..) ternyata surat yang ditulis tohidin dengan sejuta perasaan, susah payah dan melewati fase-fase sulit puasa mutih 3 hari 3 malam, dan di jampe harupat, pujamantera, ajian pengasihan warisan nenek moyangnya dikembalikan lagi oleh toipah, belum habis tohidin menerjemahkan dan mendefinisikan rasa bingungnya dari Soundfox a.k.a sompok bin toa (Penulis : Pengeras Suara) MC dengan lantang memanggil nama tohidin “Hadirin sekalian kita sambit…maaf …kita sambutpun…inilah dia peserta dengan nomor 09…mewakili kelas 3.A ananda
Tohidiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnn……yang akan membacakan puisi Sajak untuk sebuah Nama”



BERSAMBUNG...

*ndayak :adalah istilah menumpang mobil karena diwilayah-wilayah tertentu didaerah belum ada sarana transportasi yang legal beroperasi istilah ini biasanya digunakan oleh anak-anak sekolah didaerah pantura Tegal,Cirebon,Brebes dan daerah Purwokerto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALA ITU

Angin berdesir kala itu Aku tahu kau suka angin itu Semilir menerpa jilbab panjangmu itu Senyuman kecilmu tanda kau suka itu Aku ingin berta...