Jumat, 15 April 2011

Gilanya Aku, Penantian dan Indraprasthaku

Gilanya aku, rinduku pada bayangmu sangat, berlari dikau berlari… dari mimpi itu lahir berlari kau berlari, terhantam aku saat berjumpa dengan tapak kaki selamat tinggalmu. Tanganmu berlalu pun jentikmu jatuh terlepas dari genggamku, hilanglah dikau digelam cahaya di balik tirai.

——————————————————————————————————————————————

Cinta itu datang, kadang. Kebencian pun sama. Rindu itu datang, kadang. Luka pun sama menghancurkan rasa rindu. Tak peduli aku ini… bila dikauuuu… masih ingin berlari sedangkan dewa-dewi cinta sedang mengejarmu untuk dikorbankan diatas altar cinta. Hari-hari menyusahkanmu itulah musim kerinduan yang Gunturnya mengguntur-gemuntur hatimu.

——————————————————————————————————————————————

Jika kau bosan dan mulai rapuh berdirilah saja ditepi pantai, Esok ke esok demi esok menuju esok, di keesokan yang lain kekasihmu yang hayat dan bisu itu akan datang mengendarai gelombang. Pastilah… aku yakin pasti dendangnya akan membuat bumi dan langit gemetar, dan saat kesepian itu benar-benar mengantarkan kekasihmu yang sudah tidak bisu lagi kalian akan dikawinkan, kemudian lahir bayi dari masalah-masalah yang benihnya tanpa sadar kalian semai selama bersama, setiap pagi dan malam kalian terus menyiramnya dengan pertengkaran demi pertengkaran, bayi yang menjadi api dan menjilat dan membunuh kalian berdua.

——————————————————————————————————————————————

Janganlah percaya pada ramalan sang nujum dia hanya seorang yang tak pernah selesai menghitung bintang, sang penyeolah yang bersabda bak Tuhan, Sang penguasa nasibs seluruh manusia. Garis tanganmu bukanlah jalan takdirmu, do’amulah jalan pencerah dari gelapnya keyakinanmu akan Tuhan. Bakarlahlah langit dan guncanglah bumi dengan do’amu.

——————————————————————————————————————————————

Mari gandenglah tanganku ciumlah semerbak mawar yang mengambang-ambang tak bimbang diudara, bagaikan sekawanan camar berarak-arak diatas mega perawan yang mempesona. Sentuh aku, pandang aku, dengarkan dendang-dendang sang merak cantik namun perkasa, lalu engkau akan tenggelam hanyut dalam iramanya bagai mawar putih yang memenjarakan si semut dalam kelopaknya.

——————————————————————————————————————————————

Pada matamu yang tercermin kehausan, mataku terlalu tumpul untuk menangkap pandangmu, tak dapat pula kudengar dan kuraba hatimu yang didalamnya ada hati kecil yang menyembunyikan anak hati yang terselinap diantaranya kalbu, gerakanmu tak semerbak, nyanyianmu tak membuatku gemetar, sayapmu pun tak menyentuhku, lalu apa yang akan kau lakukan agar aku cepat mati, agar tak tersiksa dengan syair-syair tentang manisnya anggur, merdunya nyanyian kekasih, gerak gemulainya cinta yang membuatmu gemetar, kenapa aku tak merasakanya…?kenapa hanya sakit…sakit…dan sakit yang aku terima…?

——————————————————————————————————————————————

Ingatlah masa-masa penantian ialah benang, kita saling berdiri diatas gunung tinggi yang disebut waktu, dengan pembicaraan kita saling berjalan menurutkan benang, kaki-kaki kita yang purba tanpa mata melangkah meniti benang-benang penantian, sedangkan kasih sayang kita takan terputus hingga perjumpaan yang biru itu tiba.

——————————————————————————————————————————————

Kita baca lagi ayat-ayat pertemuan yag sudah menjadi kenangan dan hampir terlupakan, semuanya sudah kumazhabkan dalam buku-buku jiwaku, ialah mazhab cinta. Alangkah mulianya kita sang pecinta sebagai pengidung dari mazhab-mazhab cinta kita sendiri, bernyanyi dengan sukacita sungguh meski hati kita sedang terluka sungguh, tiada harapan lagi karena kalah pelita harapanmu, rumah hatimu yang megah itu hanya perkuburan belaka, bila kau tak menerimaku sebagai tetamu agungmu, sekali-kali pecahkanlah hatimu agar mampu kutangkap remukan hatimu lalu kau dan aku akan memadukan padankan hatiku jua yang pernah hancur. Alangkah malunya engkau wahai sang pemilik hati yang tidak pernah merasakan nikmatnya terbangun lagi dari kehancuran, hancurkanlah hatimu, tau kau tak akan pernah tersenyum dan mengartikan penderitaan.

——————————————————————————————————————————————

Untuk seseorang yang pernah menghancurkan hatiku, janganlah berpestapora selalu, seseorang telah membangun istana megah dari puing hatiku, pandainya ia memberi hiasan pada dinding-dindingnya dengan ketulusanya, wahai engkau sang pemilik hati, sekali-kali datanglah ke indraprastha-ku dari sebuah kekecewaan dan kecurangan istana ini terbangun, kini pemiliknya akan menyambutmu sebagai tetamu agung, agar kau mengerti bahak ini bukan sambutan kemenangan tapi segeralah sadari kesalahanmu dan pandanglah hidup dengan berbeda, kau butuh sedikit warna untuk membuatnya menjadi tujuan penglihatan semua manusia yang melewati indahnya taman hatimu.

——————————————————————————————————————————————

Cengkareng, H -4 sebelum bayar cicilan motor

By. Edi Siswoyo

SALAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KALA ITU

Angin berdesir kala itu Aku tahu kau suka angin itu Semilir menerpa jilbab panjangmu itu Senyuman kecilmu tanda kau suka itu Aku ingin berta...